Wakil Rakyat Berpikirlah
Hari ini kayaknya merupakan hari yang lumayan jelek untuk aku, bayangin aja, pagi tadi aku ditelpon ama tim SIM Centre (Spatial Information Management Centre) di BRR (Bek Riouh - Riouh) untuk diskusiin mengenai Geonetwork agar bisa diakses dari internet, that's ok for me, because that's my job, maka meluncurlah aku dengan seorang teman ku diantar seorang supir kantor.
Tapi apa lacur...perjalanan kami dihadang oleh iring-iringan abang becak yang sedang konvoi menuju ke BRR. Liat punya liat rupanya mereka rame juga sehingga polisi terpaksa memblokir jalan masuk menuju BRR sehingga kami terpaksa berjalan kaki sejauh lebih kurang 100 m untuk masuk ke kantornya BRR.
Beberapa tuntutan mereka adalah pemerataan pembagian bantuan becak, pembangunan perumahan yang terlalu lambat, dan beberapa isu lainnya, selengkapnya bisa dibaca di sini.
Di dalam BRR mereka menggelar orasi dan dihalangi oleh aparat polisi yang siap sedia untuk menghalau demonstran yang bandel pengin masuk ke gedung BRR.
Kembali ke kantor aku baca berita menyedihkan di detik.com tentang seorang ibu yang harus mengemis demi mengobati penyakit kanker yang diderita oleh anaknya. Ia dan suaminya yang hanya seorang penarik becak harus membuang harga diri mereka demi kesembuhan si buah hati.
Lalu bagaimana dengan wanita-wanita yang harus menjual keperawanannya hanya untuk uang sekolah mereka?
Apakah negara ini sudah sebegitu tak perdulinya kepada rakyatnya? Kalau memang begitu sebaiknya para pejabat dipotong gajinya dan disalurkan ke rakyat yang memang membutuhkan.
Mungkin Soekarno dan para pejabat negara dulu lupa meletakkan satu pasal di UUD 1945 yang menyatakan bahwa "Rakyat Indonesia dilarang miskin dan kalau miskin, negara tidak akan ikut menanggung beban mereka."
Semoga (walopun ini mustahil) para pejabat mo turun dan ngeliat kesulitan yang dialami para rakyatnya.
Tapi apa lacur...perjalanan kami dihadang oleh iring-iringan abang becak yang sedang konvoi menuju ke BRR. Liat punya liat rupanya mereka rame juga sehingga polisi terpaksa memblokir jalan masuk menuju BRR sehingga kami terpaksa berjalan kaki sejauh lebih kurang 100 m untuk masuk ke kantornya BRR.
Beberapa tuntutan mereka adalah pemerataan pembagian bantuan becak, pembangunan perumahan yang terlalu lambat, dan beberapa isu lainnya, selengkapnya bisa dibaca di sini.
Di dalam BRR mereka menggelar orasi dan dihalangi oleh aparat polisi yang siap sedia untuk menghalau demonstran yang bandel pengin masuk ke gedung BRR.
Kembali ke kantor aku baca berita menyedihkan di detik.com tentang seorang ibu yang harus mengemis demi mengobati penyakit kanker yang diderita oleh anaknya. Ia dan suaminya yang hanya seorang penarik becak harus membuang harga diri mereka demi kesembuhan si buah hati.
Lalu bagaimana dengan wanita-wanita yang harus menjual keperawanannya hanya untuk uang sekolah mereka?
Apakah negara ini sudah sebegitu tak perdulinya kepada rakyatnya? Kalau memang begitu sebaiknya para pejabat dipotong gajinya dan disalurkan ke rakyat yang memang membutuhkan.
Mungkin Soekarno dan para pejabat negara dulu lupa meletakkan satu pasal di UUD 1945 yang menyatakan bahwa "Rakyat Indonesia dilarang miskin dan kalau miskin, negara tidak akan ikut menanggung beban mereka."
Semoga (walopun ini mustahil) para pejabat mo turun dan ngeliat kesulitan yang dialami para rakyatnya.
Comments on "Wakil Rakyat Berpikirlah"